Lebih dari itu, para pemuka agama itu berjanji mengajak umat mereka untuk memerangi kebohongan yang dilakukan pemerintahan Presiden Yudhoyono.
Mantan Ketua PP Muhammadiyah Syafii Maarif bahkan mengingatkan pemerintah, mulai presiden hingga kepala desa, untuk membuka telinga lebar-lebar.
"Telinganya harus dibuka untuk mendengar aspirasi rakyat. Jangan ditutupi telinganya."Pemuka agama meminta pemerintah membuka telinga, jelas, seruan yang sangat tajam. Ini menunjukkan pemerintah yang dipilih rakyat itu sudah tidak peduli dengan suara rakyat. Membuka telinga saja enggan, apalagi mengubah kebijakan yang keliru. Dari perspektif itu, tidaklah mengherankan bila tingkat kepuasan publik terhadap SBY terus merosot sejak Juli 2009.
Menyebut pemerintah berbohong. Jelas, penilaian yang sangat negatif. Sebab itu menyangkut legitimasi moral yang mendalam. Bukankah siapa pun yang berbohong tak pantas dipercaya?
Terlebih, karena yang tidak percaya itu adalah para pemuka agama, yang menyandarkan diri pada nilai-nilai yang dipertanggungjawabkan terutama secara vertikal, yaitu kepada Sang Khalik.
Suara mereka jelas suara yang bersih dari kepentingan sempit. Suara mereka bukan suara oposisi yang memang selayaknya menekankan segi-segi kegagalan yang berkuasa. Oleh karena itu, sesungguhnya tiada alasan bagi Presiden Yudhoyono untuk tidak mengindahkannya.
Pertanyaannya, apakah kritik itu didengarkan? Apakah Pemerintahan Presiden SBY membuka telinga?
Tak mudah untuk jujur. Lebih mudah memproduksi kebohongan demi kebohongan untuk menutupi kegagalan. Padahal, honesty is the best policy. Termasuk, jujur untuk mengakui gagal.
Sumber: Media Indonesia
{ 0 Comments... Views All / Send Comment! }
Post a Comment